Pulau Penyengat

Sejujurnya, saya tuh dulu nggak tahu-tahu amat soal Pulau Penyengat. Namanya terdengar unik, agak lucu malah—kayak ada hubungannya sama serangga. Tapi waktu teman lama saya dari Tanjungpinang ngajakin ke sana, katanya, “Lo belum sah ke Kepulauan Riau kalau belum mampir ke Pulau Penyengat!” Nah, dari situ saya mulai penasaran.

Pas saya sampai di Tanjungpinang, saya bisa langsung lihat pulau itu dari kejauhan. Kecil, tenang, dan ada masjid berwarna kuning keemasan yang mencolok banget dari dermaga. Dari jauh aja, auranya tuh beda. Bukan cuma soal pemandangan, tapi juga rasa penasaran—ini pulau nyimpen cerita apa sih?

Dan begitu saya menginjakkan kaki di Pulau Penyengat… wow. Rasanya kayak masuk ke lorong waktu.

Sejarah Pulau Penyengat: Jejak Kejayaan Melayu yang Masih Terasa

keindahan Pulau Penyengat

Yang bikin travel Pulau Penyengat istimewa banget adalah nilai sejarahnya. Ini bukan sekadar pulau kecil di dekat Tanjungpinang, tapi dulunya pusat Kesultanan Riau-Lingga yang pernah berjaya di abad ke-18 sampai awal abad ke-20. Nah loh, jadi bukan kaleng-kaleng ya sejarahnya!

Di sini juga terdapat makam Raja Ali Haji—sastrawan legendaris yang nulis Gurindam Dua Belas, karya sastra klasik Melayu yang sekarang jadi bagian pelajaran wajib di sekolah. Beliau juga tokoh penting dalam pengembangan bahasa Melayu yang sekarang jadi cikal bakal bahasa Indonesia kita.

Yang paling mengesankan buat saya adalah Masjid Raya Sultan Riau. Tau nggak? Masjid ini katanya dibangun pakai putih telur sebagai campuran semennya. Saya sempat mikir, “Seriusan? Telur ayam buat bangun masjid?” Tapi ternyata beneran lho! Masyarakat setempat bilang dulu nggak ada semen, jadi mereka pakai bahan alami. Dan bangunannya kokoh sampai sekarang. Itu sih keren banget.

Mengapa Pulau Penyengat Begitu Populer?

Setelah saya jalan keliling pulau, baru deh paham kenapa tempat ini begitu populer—nggak cuma buat turis lokal, tapi juga pelajar, peneliti, sampai spiritualis.

Pulau ini tuh penuh makna, bukan cuma spot foto-foto yang estetik. Tiap bangunan tua, makam, atau benteng punya cerita sendiri. Dan yang saya suka, masyarakat di sana ramah-ramah. Mereka kayak penjaga warisan budaya yang nggak capek-capek ngajarin pengunjung soal sejarah Melayu.

Buat yang suka sejarah, ini tempatnya. Buat yang spiritual, makam-makam ulama dan tokoh penting di sini bisa jadi tempat refleksi. Buat yang cuma pengen healing, ya pemandangannya damai banget. Cocok buat lepas dari keramaian.

Akses Menuju Pulau Penyengat: Cuma 15 Menit Naik Pompong

Cara ke sini gampang banget. Dari pelabuhan Tanjungpinang, saya naik pompong—perahu kecil bermotor yang biasa dipakai warga. Ongkosnya cuma sekitar Rp10.000 sampai Rp15.000 aja. Cepet kok, cuma 15-20 menit tergantung cuaca dan ombak.

Tips dari saya, datang pagi hari. Cuacanya masih adem dan pompong belum terlalu penuh. Kalau kamu datang ramean, bisa juga sewa satu pompong sendiri. Dan jangan lupa, bawa pelampung buat jaga-jaga ya. Namanya juga naik perahu kecil.

Oh iya, pompong-nya tuh seru banget! Duduknya berhadapan, terus karena deket, kita bisa lihat Pulau Penyengat makin dekat sedikit demi sedikit. Momen itu aja udah bikin hati berdebar.

Hotel Terdekat di Pulau Penyengat

Nah, kalau soal nginep, di Pulau Penyengat sendiri belum banyak penginapan. Jadi biasanya wisatawan nginepnya di Tanjungpinang. Beberapa hotel yang saya rekomendasiin:

  • CK Tanjungpinang Hotel & Convention Centre
    Hotel bintang 4 yang nyaman, lengkap, dan cocok buat keluarga.

  • Comforta Hotel Tanjungpinang
    Lokasinya strategis, kamar luas, dan harga masih masuk akal.

  • Hotel Pelangi
    Pilihan ekonomis tapi tetap nyaman dan bersih.

Harga per malamnya bervariasi dari Rp300.000 sampai Rp800.000, tergantung kelas hotelnya. Tapi semua cukup dekat dari pelabuhan, jadi akses ke Pulau Penyengat tetap gampang.

Kulineran di Pulau Penyengat: Rasa Tradisional yang Otentik

Kulineran di Pulau Penyengat

Jangan sampai kelewatan kuliner lokal di sini ya! Walaupun pilihannya nggak sebanyak di kota besar, tapi makanan khas Melayu di sini tuh punya cita rasa kuat dan unik.

Saya sempat coba:

  • Lendot – Sup kental isi sayuran dan seafood, agak pedas, disajikan panas-panas. Enak banget!

  • Nasi Dagang – Nasi gurih dengan ikan tongkol suwir, mirip nasi lemak tapi versi Melayu Riau.

  • Lakse – Mie khas Melayu yang bentuknya mirip spaghetti tapi disajikan pakai kuah santan.

  • Otak-otak – Ini camilan wajib sih. Dijual di warung kecil deket dermaga.

Kalau kamu suka jajan, ada juga yang jualan keripik siput laut dan kue tradisional kayak kue bangkit dan dodol durian. Rasanya khas, dan cocok buat oleh-oleh.

️ Aktivitas Wisata Seru di Pulau Penyengat

Meskipun ukurannya kecil (sekitar 2 km panjangnya), tapi Pulau Penyengat penuh spot menarik. Jangan kira cuma bisa liat masjid dan makam ya—kalau kamu eksplorasi lebih dalam, kamu bisa habiskan setengah hari atau lebih buat menjelajah isi pulau ini. Ini beberapa kegiatan favorit saya waktu ke sana:

1. Keliling Pulau Pakai Sepeda Motor Sewa

Begitu sampai, banyak warga lokal yang nyewain motor. Biasanya tanpa helm dan surat-surat ya, karena memang cuma buat keliling pulau aja. Biayanya sekitar Rp30.000–Rp50.000 untuk beberapa jam. Jalannya sempit dan berliku, tapi asyik banget!

Saya naik motor sendirian dan mampir ke beberapa situs penting:

  • Balai Adat Melayu – Bangunan khas Melayu yang dijaga baik. Cocok buat foto-foto.

  • Benteng Bukit Kursi – Lokasinya agak naik ke bukit. Ini sisa benteng pertahanan Kesultanan Riau. Dari atas sini, pemandangannya indah banget, bisa lihat laut lepas dan Tanjungpinang dari kejauhan.

  • Istana Kantor – Bangunan tua yang dulu pusat administrasi kerajaan. Sekarang memang nggak seutuh dulu, tapi auranya masih terasa.

2. Wisata Religi

Banyak pengunjung yang datang untuk ziarah. Ada beberapa makam tokoh penting seperti:

  • Raja Ali Haji

  • Engku Puteri Raja Hamidah (istri Sultan Mahmud Syah III)

  • Para raja dan sultan Kesultanan Riau-Lingga

Saya sendiri sempat duduk di area pemakaman sambil baca ulang Gurindam Dua Belas. Rasanya… adem, menenangkan. Ada aura spiritual yang susah dijelasin tapi terasa banget.

3. Berinteraksi dengan Warga Lokal

Orang-orang di Pulau Penyengat ramah-ramah. Saya sempat ngobrol dengan seorang ibu penjual otak-otak yang juga cucu dari keturunan bangsawan lokal. Dia cerita soal bagaimana mereka menjaga tradisi dan budaya di tengah perubahan zaman. Dari situ saya belajar banyak hal yang nggak ditulis di buku sejarah.

Tips Penting Sebelum Berkunjung ke Pulau Penyengat

Sebelum kamu mampir ke sini, saya rangkum beberapa tips penting berdasarkan pengalaman pribadi:

  1. Pakai baju yang sopan dan adem. Karena tempat ini punya nilai religius dan budaya tinggi, hindari pakaian terlalu terbuka ya.

  2. Bawa air minum dan topi. Cuaca di siang hari lumayan terik, apalagi kalau kamu banyak jalan kaki.

  3. Datang pagi. Selain lebih sejuk, suasana juga belum terlalu ramai. Enak buat foto-foto.

  4. Jaga sikap dan suara. Beberapa tempat seperti makam dan masjid sebaiknya dihormati. Jangan bersenda gurau atau berisik berlebihan.

  5. Jangan lupa kamera! Banyak sudut artistik dan bangunan tua yang fotogenik banget.

❤️ Refleksi Pribadi: Mengapa Pulau Penyengat Membekas di Hati Saya

Setelah balik dari Pulau Penyengat, saya sempat duduk di kafe kecil di Tanjungpinang, sambil minum kopi dan ngelamun. Pikiran saya masih tertinggal di sana. Ada semacam getaran budaya dan spiritual yang kuat banget, yang bikin saya merasa “terhubung” dengan sejarah bangsa.

Saya jadi mikir, kita sering bangga dengan warisan luar negeri, tapi lupa bahwa kita punya warisan luar biasa di negeri sendiri—seperti Pulau Penyengat ini. Gimana dulu bahasa Melayu berkembang, gimana Kesultanan Riau-Lingga jadi pusat kebudayaan, dan bagaimana masyarakatnya masih menjaga itu semua dengan penuh hormat.

Kalau kamu suka sejarah, budaya, atau sekadar pengen tahu lebih banyak soal akar identitas kita sebagai orang Indonesia, Pulau Penyengat adalah destinasi wajib.

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Royal Łazienki Park: Tempat di Mana Sejarah Bertemu Keindahan Alam 2024 disini

Avatar of Subham
Index