Gue inget banget pertama kali ngelihat Kevin De Bruyne main—waktu itu lagi nonton highlight Bundesliga, dan dia masih main buat Wolfsburg. Gelandang kurus kering dengan rambut kemerahan itu bener-bener ngebagi bola kayak punya GPS. Gila, itu visi main bola bukan main. Dari situ gue langsung penasaran, siapa nih bocah Belgia satu ini?
Awal Karier: Bukan Anak Emas, Tapi Gak Pernah Menyerah
Sports Kevin De Bruyne lahir di Drongen, Belgia, tahun 1991. Yang menarik dari cerita awal hidupnya adalah, dia bukan dari keluarga kaya, juga bukan dari akademi top Eropa. Tapi sejak kecil, bola itu udah jadi napas hidupnya. Katanya, dia sering main sendirian di taman, terus diam-diam latihan nendang ke dinding rumah sampai dicerewetin tetangga. Tipikal bocah yang keras kepala, tapi fokus.
Yang bikin gue makin kagum, dia pernah ditolak karena dianggap terlalu pendiam dan susah beradaptasi. Bahkan saat kecil, klub pertamanya (Genk) sempat gak percaya dia bisa sukses karena gak terlalu menonjol secara fisik. Tapi dari kecil dia udah punya visi dan passing luar biasa. Gue rasa dari sinilah karakter kuatnya terbentuk—gak banyak omong, tapi kalau udah main, matanya bisa lihat jalur bola sebelum pemain lain sadar bolanya bakal ke mana.
Dan perjuangan dari akademi Genk itulah yang jadi fondasi kuat buat Kevin De Bruyne. Dia gak langsung jadi bintang. Bahkan butuh waktu lama buat orang lain ngelihat betapa jeniusnya dia.
Ketika Chelsea Salah Menilai
Nah ini bagian yang jujur aja bikin gue gregetan. Tahun 2012, Chelsea beli Kevin De Bruyne. Harusnya kan itu kabar baik, ya? Tapi ternyata, itu malah jadi salah satu bab paling mengecewakan dalam kariernya. Jose Mourinho waktu itu kayaknya gak percaya sama kemampuan dia. Gue ngerti sih, waktu itu lini tengah Chelsea udah padat. Tapi tetep aja, sayang banget De Bruyne malah lebih sering duduk di bangku cadangan daripada dikasih jam main.
Kalau lo liat wawancara De Bruyne, dia bahkan bilang sendiri, dia frustrasi karena gak dikasih kesempatan. Bahkan pernah sekali main bagus (catatan statistiknya oke), tapi tetap disingkirkan. Nah di titik inilah dia mutusin buat cabut. Gak banyak drama, gak banyak protes di media. Dia cuma pengen main bola.
Dan keputusan pindah ke Wolfsburg itu, menurut gue, titik balik terbesar dalam hidupnya.
Wolfsburg: Dimulai dari Nol, Lalu Meledak
Di Jerman, Kevin De Bruyne berubah. Dia punya jam terbang Yoktogel, pelatih yang percaya, dan sistem yang pas banget buat skill dia. Musim 2014–2015, dia ngasih 20 assist—rekor Bundesliga saat itu. Dan bukan cuma assist yang asal oper doang, ya. Lo bisa liat sendiri, umpan-umpannya kayak dikirim pakai drone. Akurat, tajam, dan selalu ngebuka peluang.
Di Wolfsburg juga dia mulai dikenal dunia. Akhirnya klub-klub besar sadar, “Eh ini anak kok bisa kayak gini, ya?”
Gue inget dulu banyak yang mulai ngatain Chelsea gegabah ngelepas dia. Dan bener aja, cuma butuh satu musim luar biasa, Manchester City langsung ngelirik dan ngeluarin duit gede buat bawa dia ke Inggris lagi.
Manchester City: Naik Level Jadi Raja Assist
Nah ini bagian favorit gue—era Kevin De Bruyne di bawah Pep Guardiola. Buat lo yang suka bola, pasti ngerti dong kenapa Pep itu pelatih spesial. Dia bukan cuma taktik jenius, tapi juga tahu cara maksimalkan pemain kreatif kayak De Bruyne.
Di City, Kevin De Bruyne bukan sekadar playmaker. Dia jadi poros utama serangan. Mau dari kanan, tengah, bahkan kadang dia nyerobot dari kiri, tetap aja visinya konsisten: bikin peluang.
Gue pernah nonton langsung pertandingan City vs Liverpool di TV, dan satu hal yang bikin gue merinding adalah gimana dia bisa bikin 3–4 bek lawan kehilangan arah cuma karena satu umpan terobosan tajamnya.
Dan soal statistik, jangan ditanya. Di Premier League, dia udah punya lebih dari 100 assist. Bahkan dia udah nyamain rekor Thierry Henry dalam jumlah assist terbanyak dalam semusim (20). Itu luar biasa.
Kenapa Klub Besar Berebut De Bruyne?
Jawabannya gampang: dia bukan cuma jago, tapi konsisten. Banyak pemain berbakat, tapi gak semua bisa jaga levelnya selama 5–10 tahun.
Kevin De Bruyne itu tipe pemain yang bisa jadi otak permainan. Dia kayak maestro di panggung konser, ngatur tempo, ngatur alur, dan kadang menciptakan keajaiban dari bola mati.
Dan satu hal lagi: dia disiplin. Gak suka sensasi, gak hobi drama. Bahkan di luar lapangan, dia dikenal family man. Klub-klub besar suka pemain kayak gini. Profesional, kerja keras, rendah hati.
Gue percaya kalau bukan karena cedera di beberapa musim terakhir, dia mungkin udah jadi kandidat Ballon d’Or.
Skill Individu yang Gak Punya Banyak Orang
Kalau lo nanya ke gue, “Apa sih skill paling gila dari De Bruyne?” Gue akan jawab:
Passing vision — dia bisa ngelihat celah yang gak kelihatan di TV, apalagi di lapangan.
Crossing dari sisi kanan — ini senjata andalannya. Sering banget dia ngeluarin umpan cutback atau curling cross yang bikin penyerang tinggal tap-in.
Tendangan jarak jauh — jangan kasih dia ruang tembak. Kaki kanannya bisa ngeluarin roket.
Work rate — dia bukan pemain malas. Sering turun bantu defense.
Intelligence — dia paham kapan harus tahan bola, kapan harus lepas cepat.
Gue pernah nyoba gaya main dia pas main futsal. Hasilnya? Bolanya malah ke out, temen gue marah-marah, katanya jangan sok-sokan jadi KDB
Prestasi Kevin De Bruyne yang Bikin Kagum
5x Juara Premier League (dan kemungkinan bisa nambah lagi)
FA Cup, Carabao Cup, dan Community Shield berkali-kali
Juara Liga Champions 2023
Pemain Terbaik Premier League
Pemain Terbaik versi PFA
Nominasi Ballon d’Or
Bahkan di level timnas Belgia, meski belum angkat trofi, dia selalu jadi tumpuan. Di Piala Dunia 2018, mereka tembus semifinal, dan De Bruyne bikin gol penting lawan Brasil.
Hal-Hal yang Jarang Diketahui tentang De Bruyne
Nah ini seru. Kevin De Bruyne tuh pernah nulis buku tentang hidupnya, dan dia cerita soal masa kecil yang kesepian. Ternyata karena gaya mainnya yang terlalu “dewasa” buat anak-anak seumuran, dia malah sering diasingkan. Bahkan pernah dibully waktu masih kecil.
Tapi dia gak balas dengan kekerasan. Dia balas dengan bola.
Dan sekarang? Dunia sepakbola respek sama dia. Dari fans, pemain lawan, sampai legenda bola—semua setuju, dia salah satu gelandang terbaik dalam sejarah.
Pelajaran yang Bisa Dipetik
Buat gue pribadi, Kevin De Bruyne ngajarin satu hal penting: talenta tanpa kerja keras itu sia-sia, dan kadang kamu harus jatuh dulu buat bangkit lebih tinggi.
Dia pernah ditolak, dianggap gak cukup bagus, bahkan dicampakkan oleh klub raksasa. Tapi dia gak berhenti. Dia kerja dalam diam, buktiin diri lewat performa, bukan omongan.
Kadang kita butuh momen jatuh itu buat ngerti siapa kita sebenarnya. Dan kayak De Bruyne, kalau kita tetap setia pada proses, suatu saat dunia akan lihat siapa kita.