Kesehatan Mental Remaja, ada masa dalam hidup saat semuanya terlihat baik dari luar—nilai bagus, ikut organisasi, punya banyak teman—tapi di dalam hati rasanya kosong, penuh tekanan, dan selalu khawatir. Itu masa remaja saya.
Dulu saya pikir itu cuma “fase remaja biasa”. Tapi ternyata enggak sesimpel itu. Setiap hari saya merasa harus selalu sempurna, harus bisa nyenengin semua orang. Dan tanpa sadar, beban itu bikin saya mulai menarik diri. Tidur jadi susah, makan pun mulai gak teratur. Saya jadi sensitif, gampang marah, gampang nangis… padahal gak tau jelas kenapa.
Waktu itu, istilah Kesehatan Mental Remaja belum sepopuler sekarang. Jadi saya gak tahu bahwa yang saya alami adalah bentuk kelelahan emosional—bahkan mungkin cemas atau depresi ringan. Saya cuma tahu satu hal: saya capek, tapi gak ngerti harus cerita ke siapa.
Tekanan Sosial dan Dunia Digital yang Bikin Overthinking
Satu hal yang beda banget antara remaja zaman dulu dan sekarang: media sosial.
Scroll Instagram, lihat teman-teman posting prestasi, foto liburan, pencapaian mereka. Rasanya kayak semua orang sukses, bahagia, produktif… kecuali saya. Padahal itu hanya potongan kecil dari hidup mereka. Tapi ya namanya remaja, seringnya gak bisa lihat itu secara objektif.
Dampaknya? Saya mulai membandingkan diri terus-menerus. Ngerasa gagal, ngerasa gak cukup, bahkan mempertanyakan harga diri sendiri. Padahal dulu saya cukup percaya diri. Tapi lambat laun, rasa percaya diri itu terkikis.
Baru setelah bertahun-tahun saya sadar: media sosial bukanlah realitas. Itu kurasi. Dan membandingkan diri terus-menerus cuma bikin pikiran makin kusut.
Tanda-Tanda Awal yang Sering Diabaikan
Waktu remaja, saya sering merasa:
Lelah terus walaupun gak banyak aktivitas
Gampang nangis atau marah tanpa alasan jelas
Menarik diri dari pertemanan
Kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulunya menyenangkan
Cemas berlebihan terhadap hal-hal kecil
Tapi semuanya dianggap wajar. “Namanya juga remaja.” Atau “lagi labil, biasa lah.”
Justru karena itu, banyak tanda-tanda gangguan Kesehatan Mental Remaja yang terlewatkan. Padahal, kalau sejak awal ada ruang untuk ngobrol tanpa dihakimi, mungkin proses pemulihannya bisa jauh lebih cepat.
Cara Saya Mulai Pulih dan Menjaga Kesehatan Mental Remaja
Butuh waktu cukup lama sampai saya bisa benar-benar terbuka dan minta bantuan. Tapi begitu itu terjadi, semuanya mulai berubah.
1. Mulai dengan Menulis
Saya mulai menulis jurnal. Isinya bukan puisi indah atau catatan bijak, tapi cuma curhatan apa adanya. Saat marah, saya tulis. Saat sedih, saya tulis. Ternyata, itu membantu sekali. Menulis jadi cara saya “mengeluarkan sampah pikiran”.
2. Mencari Orang yang Bisa Didengar
Bukan semua orang bisa diajak cerita, dan itu wajar. Tapi saya menemukan satu-dua orang yang bisa mendengarkan tanpa menghakimi—entah itu teman, guru BK, atau saudara. Kadang hanya didengar saja sudah cukup meredakan beban.
3. Membatasi Paparan Media Sosial
Saya mulai membatasi waktu menggunakan media sosial. Saya juga unfollow akun-akun yang bikin saya merasa insecure, dan mulai ikuti akun-akun yang membahas Kesehatan Mental Remaja atau motivasi harian.
4. Mengenali Pola Tidur dan Makan
Kesehatan fisik dan Kesehatan Mental Remaja itu terhubung. Saat pola tidur kacau dan makan sembarangan, mood juga ikut kacau. Saya mulai lebih disiplin soal tidur dan menghindari konsumsi berlebihan seperti kafein atau junk food.
5. Konsultasi Profesional
Pada akhirnya, saya berkonsultasi ke psikolog. Itu bukan hal yang mudah diakui dulu, karena takut dicap “gila”. Tapi justru itu langkah terbaik yang pernah saya ambil. Saya belajar mengenali pola pikir negatif dan cara mengelolanya.
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua dan Guru
Kalau ada pelajaran penting dari semua ini, adalah bahwa remaja butuh ruang aman untuk bicara dan didengar.
Banyak orang tua berpikir kalau anak diam atau murung, berarti mereka malas, atau tidak bersyukur. Tapi sering kali itu hanya ekspresi dari tekanan batin yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata dikutip dari laman resmi RRI News.
Beberapa hal yang bisa dilakukan orang dewasa di sekitar remaja:
Dengarkan tanpa menyela
Jangan buru-buru menasihati
Validasi perasaan mereka, bukan meremehkan
Tunjukkan bahwa mencari bantuan itu bukan kelemahan
Bangun komunikasi terbuka sejak dini
Saya percaya, banyak remaja yang bisa diselamatkan dari kelelahan Kesehatan Mental Remaja yang berkepanjangan jika dari awal ada lingkungan yang suportif.
Kesehatan Mental Remaja Itu Sama Pentingnya dengan Fisik
Kadang, kita baru menyadari pentingnya Kesehatan Mental Remaja setelah mengalami sendiri hancurnya pikiran dan semangat. Tapi sekarang, saya ingin menyuarakan hal ini lebih keras: menjaga Kesehatan Mental Remaja adalah bentuk mencintai diri sendiri.
Tidak harus selalu produktif. Tidak harus selalu kuat. Tidak harus selalu tersenyum.
Boleh merasa sedih, kecewa, marah, bingung.
Yang penting, jangan simpan sendiri.
Penutup: Harapan untuk Remaja Hari Ini
Kalau kamu remaja yang sedang membaca ini dan merasa semuanya berat—kamu tidak sendiri. Ada banyak orang yang peduli dan siap mendengarkan. Jangan takut untuk minta bantuan.
Dan jika kamu orang tua, guru, atau kakak yang punya remaja di sekitarmu—jangan tunggu mereka bicara. Kadang, mereka hanya perlu ditanya: “Kamu baik-baik saja?”
Dunia ini memang cepat dan kadang kejam. Tapi kita bisa bantu remaja hari ini untuk tidak harus tumbuh dalam diam seperti generasi sebelumnya.
Mari jadikan pembicaraan tentang Kesehatan Mental Remaja sebagai hal biasa. Bukan tabu. Bukan aib. Tapi kebutuhan.
Baca Juga Artikel dari: Tower of Fantasy: Petualangan Dunia Terbuka yang Bikin Ketagihan
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Health